Kamis, 22 Oktober 2009

MAKNA ‘IDUL FITHRI

Ramadhan adalah bulan tarbiyah. Mendidik dengan tanggung jawab. Menahan lapar dan haus. Menahan tidak berkumpul istri atau suami di saat puasa. Ini terkondisi. Ramadhan sebuah pembelajaran yang telah tersistem melalui syari’at. Dengan situasi terkondisi memudahkan siapa saja mendidik dirinya dalam ketaatan. Lingkungan sekitarnya mendukung program pendidikan sebulan penuh. Siang tak makan dan minum. Memperbanyak porsi mendekatkan diri kepada Allah swt. Qiyamur Ramadhan dilakukan secara berjamaah, tilawah Al-Quran khatam beberapa kali, mendengarkan taujih hamper setiap waktu shalat, hingga amalan I’tikaf.

Pendidikan ini membawa efek positif untuk melakoni 11 bulan ke depan. Untuk memaknai Ramadhan sebagai bulan tarbiyah sikap-sikap yang telah terbangun selama puasa terus dijaga. Bulan ramadhan disusul dengan perayaan ‘Idul Fithri. ‘Id artinya kembali, fithri artinya berbuka. Dari arti ini dapat diambil pengertian bahwa perayaan ‘Idul Fithri ditandai dengan kembali berbuka sebagaimana hari-hari biasa. Termasuk sunnah membatalkan (tidak berpuasa) sebelum berangkat shalat ‘Idul Fithri.

Dan memaknai ‘Idul Fithri tentunya dengan mengalirkan energi ramadhan ke seluruh hari-hari yang dilalui sampai bertemu ramdhan kembali. Kekuatan tarbiyah ramadhan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan 11 bulan berikutnya.

Saat ramadhan memang saya dan anda dimudahkan untuk melakukan kebaikan-kebaikan. Mulai sebelum subuh, saat sahur, saya dan anda sudah diingatkan untuk kebaikan. Bunyi kotekan sahur mengelilingi kampong, suara speaker mushalla memperdengarkan lantunan ayat-ayat suci sejak sebelum fajar tiba. Lalu saat waktu menunjukkan ‘imsak’ juga diingatkan persiapan menjelang subuh.

Azan berkumandang. Shalat subuh dilanjutkan kajian, ceramah, atau kuliah subuh. Setiap hari stasiun televise dan radio juga memutar acara relijius. Koran, majalah, tabloid, semuanya membahas ramadhan. Semua berbicara tentang keutamaannya. Di mana-mana umat Islam dimudahkan Allah swt untuk berbuat kebaikan, seperti memberi buka puasa dan berzakat. Infak digemarkan. Praktis, alam dengan segenap isinya mengagungkan ramadhan. Inilah pendidikan di bulan ramadhan.

Lalu kuatkah saya dan anda menjalankan amaliah ramadhan pada hari-hari pasca ramadhan? Sanggupkah saya dan anda menjalankan rutinitas sebagaimana di bulan puasa? Sikap istiqamah atau konsisten sebagai jawabannya. Orang-orang yang mempunyai kekuatan ini akan beramal sebagaimana ramadhan. Dan tantangan di luar ramadhan lebuh besar. Keadaan bebas, terbuka, tidak terkondisi, dan serba boleh. Makan pagi, siang, dan sore, silakan. Kuatkah kita ?

Keadaan ini yang saya dan anda harus hadapi. Dimana situasi telah berubah. Semua kembali berbuka, ‘Idul Fithri. Maka diperlukan kekuatan ekstra dalam menjalani hidup pasca ramadhan. Waktu ramadhan semua orang mengingatkan tentang kebaikan, sahur, qiyamur ramadhan, zakat, dan kebaikan-kebaikan lainnya. Saat kembali berbuka, kotekan sahur remaja masjid yang berkeliling dan speaker mushalla yang mengingatkan sahur dan imsak ada dalam diri kita masing-masing.

Kemudahan berbuat baik pun telah tertanam. Tinggal kita rawat supaya tumbuh subur dan berkembang dengan baik. Jangan biarkan benih kebaikan yang kita tanam di ramadhan terinjak-injak oleh rutinitas yang melalaikan. Rawat dan jaga benih kebaikan dan ibadah ramadhan. Agar bersemi di bulan-bulan berikutnya. Meski godaan dan ujian dirasakan lebih berat. Sebab, setan kembali berkeliaran. Pintu neraka yang terkunci kemudian dibuka. Sebuah lambing antara taat dan maksiat punya potensi yang berimbang. Beda saat ramadhan. Potensi baik dibentangkan seluas-luasnya. Sementara potensi jahat, buruk, bakhil, dan sejawatnya dikekang, dilock, digrendel, alias digembok. Nah, mampukah saya dan anda membawa hasil belajar selama ramadhan diterjemahkan pula di luar ramadhan? Semoga kita dikuatkan untuk istiqamah.

0 komentar: